Malam
Jum’at tidak seperti malam-malam lainnya. Malam Jum’at –terkhusus malam
Jum’at Kliwon- adalah malam yang disakralkan oleh sebagian orang yang
masih berpegang teguh kepada adat istiadat dan keyakinan-keyakinan
tertentu. Bahkan telah terbentuk semacam aksioma bahwa malam Jum’at
–khususnya kliwon- adalah malam yang penuh kengerian, mencekam dan
membuat bulu kuduk merinding. Berbagai mitos dan keyakinan marak
tersebar sehingga menghasilkan bermacam tradisi yang biasa dihadirkan di
mala mini.
Malam Jum’at bagi sebagian orang adalah
malam misteri. Oleh karena itu, jika kita menilik kembali berbagai acara
yang digelar di malam Jum’at sarat akan muatan misteri atau mistik.
Sebut saja berbagai tayangan di televisi yang ditayangkan setiap malam
Jum’at, maka kita akan dengan mudahnya mendapati berbagai acara yang
berbau mistik dan dunia ghaib. Inilah salah satu sebab kenapa malam
Jum’at identik dengan berbagai kengerian, misteri, seram, angker dan
yang semacamnya.
Tidak kalah hebohnya dengan berbagai
tayangan televisi, di dunia nyata pun sama seperti itu. Berbagai acara,
upacara, ritual dan keyakinan mistik merebak dan marak dilakukan pada
tiap malam Jum’at –terkhusus malam Jum’at Kliwon-. Ada beragam fenomena
yang bisa kita tangkap berkenaan dengan malam Jum’at, mulai dari
peristiwa, upacara, ritual, even serta kegiatan yang dilakukan oleh
sebagian masyarakat Indonesia. Munculnya berbagai mitos dan keyakinan
yang ditularkan dari mulut ke mulut yang pada ujungnya akan menimbulkan
berbagai hal, terutama kegiatan-kegiatan mistik.
Tempat-Tempat yang Dianggap Angker dan Keramat di Malam Jum’at
Kengerian. Itulah opini yang muncul
pertama kali dalam benak kita ketika kita melewati tempat-tempat yang
dianggap angker dan keramat. Terlebih lagi jika hal itu kita lakukan di
malam Jum’at. Dulu ketika saya masih kecil, akan selalu muncul rasa
takut ketika saya melewati sebuah pekuburan. Dapat dipastikan jika saya
melewati area pekuburan, maka saya akan mempercepat lajunya jalan kaki
atau ayunan sepeda saya. Bahkan bisa jadi saya akan berlari ketika
melewati area pekuburan dengan harapan saya bisa melalui kuburan itu
secepatnya. Itu terjadi di malam-malam selain malam Jum’at. Adapun
ketika malam Jum’at, maka kengerian semakin menyeruak ketika saya
melewati pekuburan, meskipun saya melaluinya dengan teman-teman sebaya
yang sama-sama kecil. Bisa dipastikan, saya dan teman-teman akan berpacu
lari demi terjauhkan dari pekuburan.
Itulah fenomena yang terjadi kepada saya
di saat saya masih kecil dan itu adalah pekuburan biasa. Berbeda dan
bahkan lebih dahsyat lagi fenomena yang terjadi di pekuburan-pekuburan
yang dikeramatkan oleh manusia semisal kuburan orang-orang yang dianggap
shaleh dan diwalikan. Jika pada malam-malam biasa selain malam Jum’at
kuburan-kuburan semacam itu ramai dikunjungi orang, maka keadaannya
menjadi semakin ramai jika memasuki malam Jum’at. Banyak orang yang
melakukan berbagai ritual dan upacara di pekuburan orang-orang yang
dianggap shaleh itu.
Bukan hanya kuburan saja yang lebih
dikeramatkan pada malam Jum’at. Ada beberapa tempat lainnya yang
dikeramatkan pada malam Jum’at. Sebagai misal :
Pantai Parangtritis
Pantai Parangtritis adalah sebuah pantai
yang terletak di pesisir selatan Jogjakarta. Pantai Parangtritis
menempati tempat pertama yang menjadi tempat tujuan kunjungan wisata.
Bukan hanya wisata alam saja, tetapi juga mencakup “wisata mistik”,
khususnya pada malam Jum’at. Pada malam Jum’at –khususnya malam Jum’at
Kliwon- berbagai upacara dan ritual mistik dilaksanakan di pantai ini.
Ritual dan upacara ini berkaitan erat dengan keyakinan Nyi Roro Kidul,
yang diyakini sebagai penguasa laut selatan pulau Jawa. Pada ritual di
malam Jum’at Kliwon ini, berbagai sesajen dan kembang yang
berwarna-warni dilarung ke laut. Ritual semacam ini bertujuan untuk
meminta keselamatan dari penguasa laut selatan.
Nyi Roro Kidul dan kisahnya sudah
sedemikian melegenda di masyarakat kita. Tidak hanya di masyarakat
pantai selatan, bahkan masyarakat di tempat lainpun umumnya mengenal
mitos tentang Nyi Roro Kidul. Dan sekali lagi, malam Jum’at Kliwon tidak
lepas dari mitos ini. Di antara ritual lain yang dilakukan pada malam
Jum’at Kliwong oleh masyarakat selain masyarakat pantai selatan adalah
ritual pertemuan ghaib yang dilakukan di sebuah kamar atau ruangan yang
dikosongkan khusus untuk ritual ini. Sebagaimana ruangan khusus yang
disediakan oleh sebuah hotel untuk Nyi Roro Kidul.
Taman Wisata Guci
Tegal, selain terkenal dengan teh pocinya
yang khas, juga dikenal dengan taman wisata guci. Teh poci adalah teh
hangat kental dan manis yang dimasukkan ke dalam poci (penuang air yang
terbuat dari tanah liat). Dengan perpaduan inilah, teh menjadi sebuah
sajian yang unik dan khas. Sebagaimana teh poci, taman wisata guci
adalah sebuah tempat wisata yang mengalirkan air hangat, ibarat sebuah
poci yang mengalirkan air hangat, terus menerus tanpa henti.
Konon ceritanya, air panas Guci adalah
air yang diberikan walisongo kepada orang-orang yang mereka utus untuk
menyiarkan agama Islam ke Jawa Tengah, khususnya Tegal. Karena air itu
ditempatkan di sebuah guci, dan berkhasiat mendatangkan berkah,
masyarakat menyebut lokasi pemberian air itu dengan nama Guci. Tapi
karena air pemberian wali itu sangat terbatas, pada malam Jum’at Kliwon
salah seorang sunan menancapkan tongkat saktinya ke tanah. Maka
mengalirlah air hangat tanpa belerang.
Objek wisata ini banyak dikunjungi
wisatawan pada malam Jum’at Kliwon. Banyak orang yang ngalap berkah
dengan mandi di pemandian air panas ini. Konon, kalau mandinya pada jam
dua belas malam dengan memohon sesuatu, maka permohonan apapun akan
dikabulkan. Kepercayaan ini sudah menjadi kepercayaan yang turun
menurun.
Itu dua contoh dari tempat-tempat yang dikeramatkan dan bertambah keramat ketika malam Jum’at.
Ritual Ghaib pada Malam Jum’at
Banyak sekali ritual ghaib yang dilakukan
pada malam Jum’at –khususnya malam Jum’at Kliwon-. Selain sesajen,
masih banyak lagi ragam ritual yang dilakukan di malam ini, salah
satunya adalah memandikan benda-benda pusaka
Diantara keyakinan yang menyeruak di
malam Jum’at, bahwa malam Jum’at diyakini mengandung nilai magis yang
kuat sehingga menjadi waktu yang favorit untuk melakukan ritual-ritual
ghaib, diantaranya adalah memandikan benda-benda pusaka, semisal keris
dan lainnya.
Salah satu contoh ritual ini adalah
ritual “Ngalungsur” di daerah Garut. Ngalungsur atau turun jimat atau
pajang jimat adalah sebuah upacara tradisional yang dilakukan antara
tanggal 12-14 Maulid. Inti dari tradisi ini adalah penghormatan terhadap
Sunan Godog atas jasanya menyebarkan Islam di daerah Garut. Ungkapan
hormat ini direalisasikan dengan cara merawat, menjaga dan melestarikan
benda-benda pusaka seperti berbagai bentuk dan jenis keris, kitab
Al-Qur’an, Cis, dan sebagainya yang dianggap sebagai peninggalan sunan
Godog.
Kemuliaan Malam Jum’at, Antara Mitos dan Islam
Itu tadi sekilas contoh dari realita
masyarakat dalam memuliakan malam Jum’at dengan berbagai ritual dan
upacara. Kalau kita mau mengupasnya lebih banyak lagi tentu tidak akan
cukup terkupas dalam catatan singkat ini berkenaan dengan berbagai
pengeramatan malam Jum’at di masyarakat Indonesia.
Bicara soal kemuliaan dan pemuliaan
terhadap sesuatu, sebagai seorang muslim kita harus tetap berpatokan
kepada agama kita ini, bukan berpatokan kepada tradisi dan kepercayaan
yang bersifat kedaerahan. Mungkin saja kita bisa bisa bersepakat tentang
satu hal, bahwa antara Islam dan tradisi masyarakat memiliki kesamaan
dalam keyakinan bahwa malam Jum’at adalah malam yang mulia. Akan tetapi
ketika kita berbicara tentang tatacara pemuliaannya, maka Islam dan
tradisi masyarakat memiliki perbedaan yang amat jauh.
Malam Jum’at, jika kita meniliknya dari
syari’at Islam, adalah malam permulaan hari Jum’at. Perlu kita ketahui
bersama, bahwa permulaan hari dalam Islam dihitung mulai dari
terbenamnya matahari. Kita ambil contoh hari Jum’at. Jika kita
mengembalikannya kepada penghitungan hari dalam Islam, maka hari Jum’at
dimulai ketika matahari terbenam di ufuk barat. Kamis malam atau malam
Jum’at itulah permulaan hari Jum’at. Perhitungan ini sangat berbeda
dengan perhitungan masehi/syamsiyah yang memulai hari ketika telah lewat
pukul 00.00.
Satu hal yang wajib kita yakini, bahwa
segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi ini adalah kepunyaan
Allah. Hanya Allah lah yang berhak mengatur segala sesuatu. Termasuk
dalam menentukan dan menetapkan kemuliaan hari Jum’at. Kemuliaan hari
Jum’at tidak ditentukan serta tidak ditetapkan berdasarkan tradisi,
mitos dan keyakinan masyarakat tertentu. Manusia tidak memiliki hak
untuk menentukan dan menetapkan kemuliaan atau keistimewaan sebuah hari.
Jika manusia yang menetapkannya, maka sungguh akan terlalu banyak
campur tangan akal, perasaan, latar belakang budaya, sosial dan tradisi
seseorang sehingga penetapan itu didasari pada subyektivitas dengan
berbagai kekurangannya sebagai manusia. Ini tidak bisa kita terima.
Jika kita melihat realita masyarakat
kita, alangkah banyaknya campur tangan masyarakat kita dalam menentukan
dan menetapkan kemuliaan terhadap sesuatu. Berapa banyak kuburan-kuburan
yang dikeramatkan sebagai akibat dari campur tangan manusia dalam
menentukan dan menetapkan kemuliaan sesuatu. Berapa banyak tempat-tempat
keramat, pohon-pohon keramat, batu-batu keramat seperti batu Ponari,
benda-benda keramat dan lain sebagainya sebagai akibat dari campur
tangan manusia dalam menentukan dan menetapkan kemuliaan sesuatu.
Sehingga hal-hal tersebut menjadi sebuah nilai kebenaran dalam
masyarakat kita. Maka, ketika ada dai yang menyeru mereka untuk
meninggalkan hal-hal yang dikeramatkan tersebut, mereka marah. Bahkan
mereka menganggap orang-orang yang mendakwahkan kepada mereka agar
mereka meninggalkan hal-hal tersebut, mereka anggap orang-orang yang
berdakwah tersebut sebagai orang-orang yang sesat, orang-orang yang
jumud, tidak taat adat dan tradisi ajaran nenek moyang. Ketika mereka
diseru agar mereka meninggalkan hal-hal tersebut, mereka tidak
mengindahkannya dan tetap bersikeras untuk mengikuti ajaran nenek moyang
mereka itu. Bahkan di sebagian daerah, tempat-tempat semacam itu
dijadikan sebagai cagar budaya dan tempat wisata religi.
Hari Jum’at sebagaimana hari-hari
lainnya. Hari Jum’at pada hakikatnya tidak memiliki kemuliaan jika Allah
tidak menyari’atkan berbagai macam ibadah di dalamnya. Jadi, kemuliaan
hari Jum’at tidak terletak pada hari Jum’at itu sendiri, tetapi
kemuliaan itu berasal dari berbagai ibadah yang disyari’atkan oleh Allah
pada hari itu. Oleh karena itu, jika seseorang ingin mendapatkan
kemuliaan di hari Jum’at, maka hendaknya ia melakukan berbagai ibadah
yang disyari’atkan secara maksimal sesuai dengan kemampuannya pada hari
Jum’at. Jika tidak demikian, maka Jum’at baginya adalah sama seperti
hari-hari lainnya. Jadi, kemuliaan hari Jum’at ditentukan oleh dalil
syar’i.
Permasalahan yang terjadi dalam
masyarakat kita adalah ragam tradisi dan keyakinan yang mengakar yang
menempatkan hari Jum’at pada tingkat kemuliaan yang bersifat mistis.
Semua itu tidak terlepas dari akar budaya Hindu yang masih melekat pada
sebagian masyarakat kita. Bisa kita katakan, sisa atau ampas dari
tradisi Hindu masih ada pada masyarakat kita yang tertuang dalam
berbagai tradisi kemasyarakatan. Meskipun mereka poles dengan polesan
Islam, akan tetapi masih ada sisa-sisa tradisi Hindu di dalamnya.
Kita ambil contoh tradisi hari kematian
yang meliputi tujuh hari, hari keempat puluh, keseratus, dan seribu
hari. Maka demikian jugalah apa yang ada dalam agama Hindu, sebagaimana
yang disampaikan oleh seorang pendeta Hindu yang bernama Romo Sulinggih
Winarno. Alhamdulillah beliau telah masuk Islam dan berganti nama dengan
nama Abdul Aziz. Makan-makan di keluarga mayat yang kita kenal dengan
nama “Slametan” dan dianggap sebagai sedekah itu ternyata pada mulanya
dulu dimaksudkan sebagai sesaji dalam agama Hindu.
Kemuliaan malam Jum’at (hari Jum’at)
hanya Allah yang berhak menetapkannya Oleh karena itu, jika kita ingin
mendapatkan kemuliaan malam Jum’at (hari Jum’at), maka dapatkanlah
dengan cara melakukan berbagai ibadah yang disyari’atkan oleh Allah dan
Rasul-Nya semampu kita, bukan dengan melakukan berbagai tradisi yang
tidak memiliki landasan hukum dalam Islam. Terlebih lagi jika tradisi
itu terdapat unsur kesyirikan kepada Allah. Allahua’lam bish shawab.
Referensi Tulisan: Misteri Malam Jum’at oleh Ust. Abu Umar Basyier dan Buku Putih Kyai NU oleh Kyai Afrokhi Abdul Ghoni.
Ditulis oleh Abu Shofiyah Aqil Azizi
sumber : metafisis.net/2012/08/16/alam-jumat-antara-keramat-dan-syariat/